Tangisanku

Penyampai: Rohmadi



Mereka tertawa bersama-sama. Mereka mempunyai seseorang ibu, tetapi pandai mengejekku yang tak mempunyai seorang ibu. Aku hanya bisa ikut tersenyum saat mereka mengejekku. Namun di balik senyumku, tersimpan air mata yang ku sembunyikan.

Menurut mereka, dibalik senyumku tidak ada maksud yang tersimpan. Semudah itu mereka mengejekku, tak pernah mereka sadari bahwa perkataan mereka mampu membuatku menangis dan merasa tak berguna. Aku terus memberikan senyuman untuk orang-orang yang mengejekku. Hatiku menangis dan sakit.
Suatu ketika dikelas aku hanya terdiam dan meratapi kesedihan. Tetapi aku tak pernah menduga, Adinda memberi tisu untuk menghapus air mata.
“Kenapa, Han, kok nangis ? pasti kamu diejek lagi ya dengan mereka?” tanya Adinda.
“Aku tidak apa-apa, Din,” jawabku sambil tersenyum.
“Kamu bohong ya? Aku tau kamu diejek mereka,” kata Adinda.
Aku hanya menggelengkan kepala dan tersenyum kepada mereka yang mengejekku. Aku berfikir, dengan mereka mengejekku berarti mereka diam-diam memperdulikanku.
Kemudian jam belajar dikelas sudah habis, aku bergegas pulang. Lagi-lagi merka mengejekku, aku hanya menganggukan kepala dan kembali tersenyum.
Mereka terus saja mengejekku, tak juga berhenti. Aku pulang dengan hati sedih, namun semua itu ku tutupi dengan senyum ikhlas diwajahku.
Sesungguhnya aku tak ingin terus seperti ini, aku tidak yakin aku akan selalu kuat mendengar ocehan mereka tentang aku.  Aku ingin bahagia bersama seorang ibu dan keluarga yang utuh.

Duri Kepa, 08 Desember 2014
Hani Ragil

Diberdayakan oleh Blogger.